Jujur pada Diri Sendiri pun Perlu Usaha

aisyah ananda
2 min readDec 20, 2021

--

“Memang bener kamu gak apa-apa?”

Pertanyaan itu terlintas berulang kali dan disuarakan oleh sahabatku kemarin. Aku tergugu dan menyelami suara-suara di bilik hati untuk beberapa saat. Teringat motivasi yang hilang, insomnia, dan pikiran buruk yang menggelayuti di antara malam-malam lalu.

“Sedih itu beragam.” Kata sahabatku. “Sedih karena kehilangan, penyesalan, keterpurukan, dikhianati dan lain hal.” Manik hitamnya bergulir melirikku, segaris senyum maklum tersimpul di bibirnya. “Kamu yang mana?”

Agaknya aku lupa…

Belasan tahun hidup memendam beragam afeksi dan menuangkannya dalam bentuk tulisan disalahartikan sebagai proses mengenali emosi paling final. Padahal kalo diingat-ingat, seberapa sering aku membunuh emosi. Cinta kasih, bahagia, bahkan kesedihan dan melupakan perasaan itu lalu berpura-pura sehat dalam kesakitan.

Kesedihan adalah emosi paling asing yang aku rasakan. Kemarahan adalah emosi paling awam, dan sering aku manifestasikan menjadi penghakiman atas emosi lain.

Perbincangan itu menuntun pada topik-topik lain yang serupa. Mengenai hari-hari kemarin, beberapa kabar sedih, diiringi sarkasme dan ironis di antara cecap kopi. Aku membuka sebuah tabir kejujuran, sahabatku pun begitu. Kami bahkan hampir menangis jika tidak tahu lokasi. Barangkali sempat menyinggung sumber utama ketidakpastian emosi yang aku rasakan. Tapi sore itu aku dan sahabatku sepakat mengenai satu hal.

Jangan membohongi diri sekalipun kamu tidak tahu tentang ‘apa’ yang sedang dirasakan. Kalau mau marah, ya marah, sedih, ya sedih, saja. Dunia ini sudah penuh kebohongan, ke siapa lagi kamu mau jujur kalo bukan diri sendiri?

#AkuBercerita

--

--